Makna Dua Kalimat Syahadat
Makna Dua Kalimat Syahadat
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah,
Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah ?Shallallahu
'Alaihi Wasallam-, keluarga, para sahabat, dan umatnya hingga akhir
zaman.
Melafadzkan dua kalimat syahadat dan
mengamalkan tuntutannya merupakan rukun dasar agama Islam. Namun sayang,
banyak orang yang tidak memahaminya. Lebih dari itu, banyak yang
mencukupkannya hanya dengan mengucapkannya tanpa memahami makna dan
mengamalkan tuntutannya.
Keutamaan Dua Kalimat Syahadat
Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'Anhu yang mengatakan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ
شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ
وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ
وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى
مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ
"Barangsiapa bersyahadat (bersaksi)
bahwa tiada Ilah (Tuhan) yang berhak disembah kecuali Allah semata yang
tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan
(bersyahadat) bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya, kalimat-Nya
yang disampaikan kepada Maryam dan ruh daripada-Nya; dan (bersyahadat)
pula bahwa surga benar adanya dan neraka benar adanya; pasti Allah
memasukkannya ke dalam surga betapapun amal yang telah diperbuatnya." (Muttafaq 'Alaih)
Dalan Shahih Muslim dan lainnya, hadits marfu' dari Utsman Radliyallah 'Anhu,
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Barangsiapa yang meninggal sedangkan dia mengetahui makna La Ilaha Illallah pasti masuk surga." (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى
اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Saya bersaksi bahwa tiada tuhan
(yang berhak diibadahi) selain Allah dan aku adalah utusan Allah,
tiada-lah seorang hamba bertemu Allah (meninggal dunia) dengan membawa
keduanya tanpa ada keraguan sedikitpun pasti ia akan masuk surga." (HR. Muslim)
Dari 'Ubadah bin al Shamit Radliyallah 'Anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Siapa
yang bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan neraka
atasnya." (HR. Muslim)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
mencukupkan dua kalimat syahadat untuk para sahabat. Yaitu untuk
mengucapkannya, mengamalkan arahannya, lalu melaksanakan konsekuensinya
berupa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan melaksanakan segala macam
ibadah, selalu mentauhidkan Allah 'Azza wa Jalla, dan menjauhi berbagai tradisi? syirik. Inilah makna ucapannya, Laa Ilaaha Illallaah. Sedangkan ikrarnya "Muhammad Rasulullah" mengharuskannya taat kepada utusan Allah ini Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan mengikutinya.
Makna di atas dipahami oleh orang yang
mengerti bahasa Arab, termasuk kandungannya yaitu nafyu (peniadaan) dan
itsbat (penetapan). Kalimat ini tidak cukup hanya dilisankan saja, namun
harus dipahami maknanya, diamalkan tuntutannya secara dzahir dan batin.
Allah Ta'ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah." (QS. Muhammad: 19)
وَلَا يَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
"Dan sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah tidak dapat memberi syafaat; akan tetapi (orang yang
dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan
mereka meyakini (nya)." (QS. Al Zukhruf: 86) dan ayat semisal yang menjelaskan ilmu (memahami makna) menjadi syarat kalimat syahadatain.
Karena itulah, ketika seorang musyrik
mengucapkan dua kalimat syahadat secara dzahir dia dilindungi dan
darahnya dijaga sehingga dia diuji dan dilihat setelah itu. Jika dia
istiqamah di atas agamanya dan konsisten dengan tauhidnya serta
mengamalkan ajaran Islam, maka dia sebagai muslim. Dia mendapat hak dan
kewajiban sebagaimana kaum muslimin lainnya. Jika dia menyelisihi
tuntutan syahadatnya, meninggalkan sebagian syariat Islam dengan
menentang dan mengingkarinya, atau menghalalkan sesuatu yang sudah
sangat jelas keharamanya, maka kalimat ini tidak bisa menjaminnya.
Banyak cendekiawan dan kaum awam pada
zaman sekarang, entah karena bodoh atau taklid, telah rusak akidah
mereka dan tumbuh kejahilan terhadap dien dan arahan dua kalimat
syahadat ini. Bahkan, makna bahasa Arab secara umum, karenanya tidak
heran jika mayoritas mereka tidak memahami makna dua kalimat syahadat.
Mereka menganggap cukup membacanya berulang-ulang disertai keyakinan
mendapat pahala besar, kebaikan, terjaga harta dan darah, tanpa memahami
maknanya dan mengamalkan tuntutannya. Sehingga kita saksikan, orang
yang mengikrarkan dua kalimat syahadat, ia dengan terang-terang
melakukan hal yang membatalkannya, Karena itulah, sangat dibutuhkan
penjelasan makna dua kalimat syahadat ini sebagai Iqamatul Hujjah
bagi orang yang tindakannya bertentangan dengan tuntutannya dan
meyakini kalimat syadahat cukup dibaca berulang-ulang lantas menjadi
muslim yang sempurna tauhidnya.
Makna Kalimat Laa Ilaaha Illallaah
Para du'at dan ulama sangat memperhatikan materi kalimat tauhid, terutama tentang maknanya. Syaikh Sulaiman bin Abdillah dalam Taisir al 'Aziz al Hamiid,
hal 53 menjelaskan, "Makna Laa Ilaaha Illallaah adalah tidak ada yang
diibadahi dengan benar kecuali tuhan yang satu, yaitu Allah yang Esa
tidak ada sekutu bagi-Nya, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَمَاً أَرْسَلْنَا مِن قًبلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ نُوحِيَ إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهً إِلاَّ أَنَاْ فَاعْبُدُونِ
"Dan Kami tidak mengutus seorang
rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya
tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian
akan Aku"." (QS. Al Anbiya': 25)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
"Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah Thaghut itu'." (QS. Al Nahl: 36)
Benar, bahwa makna al-Ilaah adalah al-ma'bud (yang diibadahi). Karena inilah, ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berbicara kepada kafir Quraisy, "Ucapkan Laa Ilaaha Illalaah!" mereka menjawab, "Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (QS. Shaad: 5)
Kaum Huud berkata, "Apakah kamu
datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan
meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami?" (QS. Al A'raaf: 70) Padahal Nabi Huud hanya mengajak mereka kepada Laa Ilaaha Illallaah.
Inilah makna Laa Ilaaha Illallaah, yaitu
ibadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Itulah
maksud kufur dengan taghut dan iman kepada Allah.
Kalimat agung ini mengandung makna bahwa
selain Allah bukan tuhan. Pengakuan tuhan selain Allah merupakan
kebatilah terbesar, dan menetapkan selain Allah sebagai tuhan adalah
kezaliman yang terburuk. Tak seorangpun berhak diibadahi selain Allah,
sebagaimana tidak pantas disebut tuhan kecuali hanya Allah.
Kalimat ini juga mengandung Nafyu Ilahiyah
(meniadakan ketuhanan) selain Allah dan mentapkannya hanya untuk Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Karena itu, kalimat ini memerintahkan
untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang disembah dan
melarang menjadikan tuhan bersama Allah.? Nafyu dan itsbat inilah yang dipahami oleh orang yang diseru kepada tauhid atau kalimat Laa Ilaaha Illallaah.
Semua bentuk ibadah yang hadir kerena
pengabdian hati kepada Allah dengan cinta, ketundukan, dan kepatuhan
kepada-Nya semata masuk dalam kategori uluhiyah. Maka wajib mengesakan
Allah dengan ibadah itu, seperti doa, rasa takut, kecintaan, tawakkal,
taubat, menyembelih, bernadzar, sujud, dan macam ibadah lainnya. Wajib
memberikan semua itu kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya.
Lalu siapa yang memberikan sedikit saja dari ibadah tadi kepada selain
Allah maka dia telah menjadi musyrik walau ia mengucapkan Laa Ilaaha
Illallaah; jika tidak mengamalkan tuntutannya, berupa tauhid dan
ikhlash.
Makna Syahadat Muhammad Rasulullah
Dalam mengikrarkan kalimat syahadat
harus disertai dengan mengetahui maknanya. Keduanya saling berkaitan,
tidak bisa dipisahkan. Maka bagi orang yang mengucapkannya wajib
mengetahui maksud kalimat itu, meyakini maknanya, dan menerapkannya
dalam hidup.
Dan setelah kita memahami bahwa Laa
Ilaaha Illallaah tidak cukup dilafadzkan saja, begitu juga dalam kalimat
pasangannya (Muhammad Rasulullah), harus disertai dengan membenarkan
risalahnya, komitmen dengan makna dan tuntutannya. Yaitu keyakinan yang
menghujam dalam hati bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam diutus oleh Tuhannya 'Azza wa Jalla,
Dia telah memandatkan syari'at ini sebagaimana risalah (kerasulan),
memerintahkan untuk menyampaikannya kepada umat, dan mewajibkan kepada
seluruh umat untuk menerima risalahnya dan berjalan di atasnya.
Rasulullah Manusia Mulia dan Istimewa
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah spesialis dalam risalah ini. Allah Ta'ala berfirman,
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ
"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya." (QS. Al Qashash: 68)
"Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan." (QS. Al An'aam: 124)
"Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik." (QS. Shaad: 47)
Ayat-ayat serupa sangat banyak yang
menunjukkan bahwa para rasul dari kalangan manusia yang telah Allah
muliakan, Allah pilih dan sucikan, sehingga mereka layak untuk mengemban
risalah, penjaga syariat dan agama-Nya, dan menjadi perantara antara
Dia dengan Hamba-hamba-Nya. Allah telah menyebutkan kondisi sebagian
kaum yang mendustakan para rasul, mereka telah berkata kepada rasul
mereka, "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga." (QS. Ibrahim: 10) Lalu para rasul menjawab,
إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ
"Kami tidak lain hanyalah manusia
seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia
kehendaki di antara hamba-hamba-Nya." (QS. Ibrahim: 11)
Terlebih lagi Nabi kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam
sebagai penutup para rasul dan seorang rasul termulia, Allah telah
mengistimewakan beliau daripada rasul sebelumnya. Beliau adalah makhluk
pilihan yang diangkat menjadi rasul untuk seluruh makhluk dari kalangan
jin dan manusia.
Nabi Muhammad Maksum dari Kesalahan
Umat sepakat bahwa para nabi semuanya
maksum (terjaga) dari dosa besar, karena bisa menghilangkan sifat
istimewa dan pilihan. Hal ini karena Allah akan mengembankan risalah-Nya
kepada mereka agar disampaikan kepada seluruh manusia. Karena itu,
mereka harus bisa menjadi teladan bagi umatnya, memberi peringatan agar
menjauhi kekufuran dan dosa, kefasikan dan maksiat. Seandainya kesalahan
dan kemaksiatan itu nyata pada mereka, maka musuh-musuh Islam punya
bahan untuk mencela pribadi mereka dan merusak syari'at yang mereka
bawa. Ini akan menghilangkan hikmah Allah Ta'ala.
Sesungguhnya di antara bentuk
rahmat-Nya, Dia menjaga para nabi-Nya dari mengerjakan
kesalahan-kesalahan ini, Allah sendiri juga melarang mereka, menjelaskan
keburukan yang ditimbulkannya; sebagaimana Dia mejadikan mereka sebagai
teladan dalam zuhud dan menjauhi syahwat dunia yang bisa menyibukkan
dari negeri akhirat. Namun, boleh jadi dosa-dosa kecil bisa terjadi pada
mereka sebagai ijtihad, tapi tidak menjadi ketetapan, tidak merusak
kredibilitasnya, dan tidak menghilangkan kenabian dari mereka. Semua itu
sebagai bukti bahwa mereka manusia biasa yang tidak tahu ilmu ghaib dan
tidak menyandang sedikitpun dari sifat rububiyyah.
Para mufassir dan ulama telah menyebutkan sebagian kejadian itu, seperti firman Allah Ta'ala:
وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
"Dan janganlah kamu mengusir
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari,
sedang mereka menghendaki keridaan-Nya." (QS. Al An'aam: 52)
Dan firman-Nya,
وَإِنْ
كَادُوا لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ
عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذًا لَاتَّخَذُوكَ خَلِيلًا وَلَوْلَا أَنْ
ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا
"Dan sesungguhnya mereka hampir
memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu
membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu
tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami
tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit
kepada mereka." (QS. Al Isra': 73-74)
Kejadian semacam itu yang dilakukannya
sebagai bentuk ijtihad karena menyangka ada maslahat yang besar,
sedangkan Allah tahu semua itu tidak akan terwujud. Kemudian Allah
menjaga beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam dari melakukannya
krena bisa merusak sifat kerasulan dan sebagai manusia pilihan. Juga
karena berseberangan dengan arahan beliau untuk menjauhi kekufuran,
kefasikan, dan maksiat.
Dari sisi tabligh (menyampaikan) pesan
Allah berupa syari'at, maka para ulama bersepakat atas kemaksuman beliau
bahkan kemaksuman seluruh nabi dalam menyampaikan risalah Allah, berupa
wahyu dan syariat, bahkan Allah telah menjaga beliau dari kesyirikan,
zina dan semisalnya, jauh sebelum menjadi Nabi.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda, "Aku
tidak pernah kepingin sesuatu yang biasa dilakukan orang-orang
jahiliyah dan aku juga tidak pernah kepingin melakukan keburukan
sehingga Allah memuliakanku dengan risalah-Nya." (Disebutkan oleh al Qadli 'Iyadh dalam kitabnya al-Syifa dan lainnya)
Ibnu Ishaq berkata dalam sirahnya, "Ketika Rasullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah
beranjak dewasa, Allah menjaganya, melinduginya dari kotoran dan
keburukan jahiliyah. Ketika ingin memuliakannya dan menjadikannya
sebagai rasul ?di kala itu berada di atas agama kaumnya- sehingga beliau
menjadi seorang pemuda yang paling mulia perilaku dan akhlaknya, paling
bagus pergaulannya, paling baik kepada tetangganya, paling gagah
posturnya, paling amanat dan paling jauh dari sifat dan akhlak tercela
yang bisa mengurangi kemuliaan dan kesuciannya, sampai-sampai mendapat
julukan dari kaumnya sebagai Al Amiin (sangat terpercaya). . ." ?Wallahu
Ta'ala A'lam.
0 komentar:
Posting Komentar
Assalamu'alaikum, saudaraku seiman sebaiknya bila berkomentar memakai kalimat baku Bahasa Indonesia juga dengan sopan.