Wajar Suka Dunia, Tak Wajar Dunia Jadi Tujuan Hidupnya
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah,
segala puji milik Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, Muhammad
bin Abdullah, keluarga dan para sahabatnya.
Allah mengabarkan, Dia telah jadikan
syahwat duniawi indah di mata manusia; berupa wanita, anak-anak, harta
benda yang banyak, dan lainnya. Jika hati manusia ada rasa suka kepada
kenikmatan dunia itu sesuatu yang manusiawi. Masih wajar jika manusia
cenderung untuk memiliki, menguasai, dan merasakan
kenikmatan-kenikmatannya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ
وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ
الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ
“Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang.” (QS. Ali Imran: 14)
Namun perlu diingat, bahwa semua itu
adalah kesenangan hidup di dunia. Artinya, kenikmatannya tidaklah kekal
dan abadi. Kenikmatannya hanya sementara dan sedikit. Berbeda dengan
akhirat, kenikmatannya melimpah tak bisa dibayangkan dan kekal abadi.
Karenanya, seseorang tidak boleh mengejar dunia lalu lupa akhirat.
ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
“Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di
dalam tafsirnya (Taisir al-Karim al-Rahman) membagi manusia dalam
menyikapi dunia ini kepada dua kelompok. Pertama,
manusia yang menjadikan dunia sebagai tujuan. Sehingga pikiran,
cita-cita, harapan, dan segala perbuatannya hanya untuk dunia.
Akibatnya, mereka lalai dari tujuan penciptaannya, yakni ibadah. Mereka
menyikapi dunia sebagaimana binatang; menikmati kelezatannya dan
memuaskan syahwatnya. Mereka tak peduli dengan cara apa mendapatkan
dunia dan untuk apa menggunakannya. Hakikatnya, mereka menjadikan dunia
ini sebagai bekal menuju kesengsaraan dan adzab di akhirat.
Kelompok kedua,
mereka yang mengetahui tujuan hidupnya dan maksud Allah menjadikan
dunia ini; yakni sebagai ujian dan cobaan kepada hamba-hamba-Nya. Supaya
jelas, siapa yang mengutamakan ketaatan kepada Allah dan mencari
ridha-Nya dan siapa yang lebih suka memperturutkan nafsu untuk menikmati
kesenangan dunia dan menuruti syahwatnya. Mereka menjadikan dunia
sebagai sarana dan jalan untuk menyiapkan bekal akhirat. Mereka
menikmati dunia sebagai sarana untuk mencari ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Mereka menjadikan dunia sebagai jembatan menuju akhirat. Mereka
menjadikan dunia sebagai barang dagangan yang dijual untuk mendapatkan
keuntungan akhirat. Hakikatnya, mereka menjadikan dunia sebagai bekal
menuju Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Kelompok kedua ini akan rela kehilangan
dunia -bahkan yang paling berharga sekalipun- untuk mendapatkan
kehidupan yang bahagia di akhirat. Mereka rela mengorbankan jiwa dan
harta bendanya untuk ditukar dengan surga.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
إِنَّ
اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ
بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ
وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ
وَالْقُرْآَنِ
“Sesungguhnya Allah telah membeli
dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga
untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh
atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam
Taurat, Injil dan Al Quran.” (QS. Al-Taubah: 111)
فَلْيُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآَخِرَةِ
“Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah.” (QS. Al-Nisa’: 74)
Penutup
Wajar jika manusia suka kepada dunia,
baik dia orang awam maupun ulamanya. Semuanya yang namanya manusia
memandang indah wanita, anak-anak, harta benda dan kekayaan yang
melimpah. Namun yang tidak wajar jika dunia dijadikan sebagai tujuan
hidup dan pucak cita-cita. Sehingga apapun dilakukan untuk memperolehnya
dan merengguh kenikmatannya. Jika demikian maka manusia telah gagal
dalam menghadapi ujian dunia ini.
Setelah Allah terangkan tentang
kedudukan dunia di mata manusia, Allah terangkan bahwa dunia dan segala
kemewahannya adalah kenikmatan yang sementara dan fana. Allah
menjadikannya sebagai ujian kepada hamba-hamba-Nya. Tidak boleh
kenikmatan dunia dan kemewahannya menjadi tujuan hidup sehingga halalkan
segala cara memperolehnya. Sebaliknya dunia harus dijadikan sebagai
sarana dan jalan menuju kehidupan akhirat. Dunia dijadikan sebagai
negeri berbekal untuk meraih kehidupan kekal abadi lagi sangat nikmat di
akhirat. Wallahu Ta’ala A’lam.Sumber: Voa Islam
0 komentar:
Posting Komentar
Assalamu'alaikum, saudaraku seiman sebaiknya bila berkomentar memakai kalimat baku Bahasa Indonesia juga dengan sopan.